Kisah seorang siswi asal Desa Saentis, Percut Sei Tuan, Deli Serdang, membuka perdebatan lama tentang boleh tidaknya pelajar hamil tetap bersekolah.
Memang, siswi yang hamil itu, sebut saja Bunga, tetap diperkenankan pihak sekolah untuk terus mengikuti proses belajar mengajar. Ini seperti disampaikan gurunya, Sari (43), yang ikut mendampingi Bunga saat menjalani pemeriksaan di Polsek Percut Sei Tuan, Selasa (10/2).
Beruntung pihak sekolah bijak, dengan pertimbangan Bunga hamil akibat diperkosa. Bagaimana jika ada kasus serupa di sekolah lain dan siswi tersebut dilarang sekolah? Bagaimana pula jika hamilnya bukan karena diperkosa, namun dampak kenakalan siswi sendiri? Lantas, jika boleh sekolah, bagaimana masa jelang melahirkan? Apakah boleh cuti hamil?
"Ini perdebatan lama, yang terus terulang setiap kali muncul kasus," ujar Ketua Umum PB PGRI, Sulistyo, kepada
JPNN, kemarin (11/2).
Sayangnya, meski sudah lama menjadi perdebatan, pemerintah tidak juga ngeh untuk segera mengeluarkan aturan yang tegas. "Pemerintah harus segera membuat aturan yang bisa menjadi rujukan bagi sekolah. Kalau tidak, kasihan guru-gurunya. Karena apa pun sikap guru, selalu muncul pro dan kontra," ujar pria bergelar profesor itu.
Pelacakan
JPNN, memang belum ada aturan jelas mengenai hal ini. Setiap kali muncul kasus, regulasi yang menjadi argumen kelompok yang pro siswa hamil boleh sekolah, adalah ketentuan yang sifatnya masih umum. Yakni Pasal 31 UUD 1945 bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. Selain itu, UU Nomor 32 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yang mengatur bahwa anak di bawah usia 18 tahun berhak mendapatkan pendidikan formal.
Ketentuan itu menjadi rujukan kelompok yang mendukung siswa hamil boleh sekolah, apapun penyebabnya.
M.Nuh, saat masih menjabat mendikbud, hanya pernah mengeluarkan imbuan, bukan aturan yang tegas. Itu pun tidak spesifik menyikapi boleh tidaknya siswi hamil tetap sekolah, namun menyangkut kepesertaan di Ujian Nasional (Unas).
"Apa pun kondisi anak itu, baik siswa yang terlibat aksi kriminal maupun siswi yang hamil di luar nikah berhak diberi kesempatan untuk ikut UN," kata Nuh, saat masih menjabat mendikbud.
Sulistyo sendiri gemes dengan sikap pemerintah. "Dari dulu pemerintah diam saja. Akibatnya, setiap ada masalah, kesalahan selalu ditumpukkan ke guru," geramnya.
Mantan Rektor IKIP PGRI Semarang itu secara pribadi berpendapat, siswi yang hamil, apa pun penyebabnya, tetap harus boleh sekolah. "Anak-anak harus tetap ditolong agar punya masa depan," ujarnya.
Nah, tinggal nantinya diatur secara detil, misalnya kriteria-kriterianya seperti apa yang membolehkan siswi dimaksud boleh mengajukan izin tidak masuk sekolah. Termasuk aturan cuti hamilnya bagaimana.
Khusus terhadap Bunga, Sulistyo menilai tepat langkah guru yang membolehkan siswi hamil itu tetap sekolah.
"Itu bagus. Karena dia (Bunga, red) itu kan korban, pasti sudah sedih sekali. Jangan ditambah lagi kesedihannya, biarkan tetap sekolah," kata mantan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) itu. (jpnn)