Pelaksana Tugas (Plt) Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Taufiequrachman Ruki mengaku bingung dengan arahan Joko Widodo (Jokowi) tentang Presiden tidak akan mengintervensi pelaksanaan penegakan hukum terutama yang dilakukan oleh KPK kecuali bila kepepet.
“Jadi Presiden tidak akan ikut-ikutan, tidak akan intervensi pelaksanaan penegakan hukum apalagi kalau itu dilakukan oleh KPK. Intervensi tidak boleh terjadi kecuali memang sudah kepepet sekali. Saya enggak tahu yang dimaksud kepepet bagi seorang Presiden sehingga perlu mengintervensi penegakan hukum, saya enggak tahu bagaimana prakteknya,” ujar Ruki saat jumpa pers di gedung KPK, Jl. HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (25/2) sore.
Ruki menjelaskan, arahan soal intervensi dapat dilakukan bila kepepet itu disampaikan Jokowi di Istana Negara, Jakarta, Rabu (25/2) pagi. Menurutnya, Jokowi menyampaikan arahan itu lantaran KPK adalah lembaga pemberantas tindak pidana korupsi yang independen.
Pertemuan itu, kata Ruki, juga dihadiri oleh Plt Kapolri Badrodin Haiti dan Jaksa Agung HM Prasetyo dan disaksikan oleh Menteri Sekretaris Negara, Pratikno. Menurutnya, Jokowi memang sengaja memanggil dirinya bersama Badrodin dan Prasetyo untuk duduk bareng melaporkan pelaksanaan penegakan hukum yang akan mereka kerjakan.
“Tadi Presiden meminta Plt Kapolri, Plt Pimpinan KPK, dan Jaksa Agung. Diminta datang ke Istana pukul 9:00 untuk melaporkan langkah-langkah yang diambil dan beliau memberikan pengarahan,” ucapnya.
Selain soal intervensi, ada tiga arahan lain yang disampaikan Jokowi. Yakni, papar Ruki, Presiden meminta kejadian yang lalu jangan terulang lagi. “Saya enggak tahu nih kejadian yang lalu ni yang mana. Yang kemarin atau yang dulu. Tapi yang jelas kejadian seperti itu tidak boleh terulang lagi. Itu yang beliau sampaikan di hadapan kami bertiga,” paparnya.
Kemudian, lanjutnya, Jokowi juga mengatakan, tidak ada lagi ego sektoral di antara instansi penegak hukum. “Nampaknya beliau (menilai) ada ego sektoral. Dan itulah penekanan dari beliau,” kata Ruki.
Terkait arahan ini, Ruki menjelaskan, pihaknya bertekad membangun kepercayaan publik (public trust). Sebagaimana yang diinginkan Jokowi, yakni KPK, Polri dan Kejagung dapat dipercaya oleh masyarakat.
“Kalau wibawa para penegak hukumnya bagus maka wibawa negara juga akan lebih baik,” katanya.
Arahan keempat, sambung Ruki, Jokowi mengatakan bahwa penegak hukum harus mendorong kerja pemerintah bukan malah menghambat. “Saya agak angkat kepala juga, beliau menjelaskan antara lain jangan sampai penegakan itu menimbulkan rasa takut, menimbulkan para kepala daerah, para pimpinan daerah menjadi ragu-ragu melangkah, sehingga penyerapan anggaran dan sebagainya kurang.”
Dalam kesempatan itu, kata Ruki, Jokowi juga mengatakan bahwa dalam pemberantasan korupsi harus diprioritaskan pencegahan. “Kalau sudah tidak bisa dicegah ya ditindak dengan tegas,” imbuhnya.
Untuk itu, Ruki menegaskan, KPK, Polri dan Kejagung akan memperkuat kerjasama dalam penegakan hukum. Terutama terkait penanganan kasus tindak pidana korupsi.
“Prinsipnya masyarakat harus memercayai bahwa kita ini bukan cuma serius dalam memberantas korupsi. Tapi betul-betul sangat serius. Itu yang beliau tekankan kepada kami bertiga. Konsolidasi, sinergi dan saling membantu. Tunjukan bahwa kami serius, sangat serius,” tuntasnya. (poskotanews)