Setelah bungkan sekian lama, Presiden AS Barack Obama akhirnya mengecam pembunuhan tiga mahasiswa Muslim di Chapel Hill, North Carolina yang disebutnya sebagai "pembunuhan brutal dan keterlaluan."
"Tidak seorang pun dapat menjadi target karena siapa mereka, penampilan mereka, atau bagaimana mereka beribadah," kata Obama dalam sebuah pernyataan, seperti dilansir
Reuters, Sabtu (14/2/2015).
Pernyataan Obama ini muncul setelah 'dimarahi' Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan yang menyebut Obama dan seluruh jajarannya yang bersikap bungkam mengenai peristiwa penembakan ini
"Tiga orang muslim dibunuh di North Carolina dan Presiden Obama, (Menteri Luar Negeri, John) Kerry, dan (Wapres AS, Joe) Biden belum mengeluarkan pernyataan apapuan tentang peristiwa ini," kata Erdogan saat mengunjungi Meksiko seperti dikutip laman alarabiya.net, Jumat, 13 Februari 2015.
Pernyataan Obama sungguh sangat terlambat. Seperti diketahui, tragedi pembantaian atas tiga pelajar Muslim Amerika ini terjadi pada Selasa 10 Februari 2015, dan Obama baru mengeluarkan pernyataan lima hari setelah tragedi. Hal ini sangat berbeda saat terjadinya penyerangan Charlie Hebdo yang terjadi 7 Januari 2015 dan Obama langsung mengeluarkan pernyataan mengutuk sekitar dua jam setelah terjadinya penembakan Charlie Hebdo. Padahal Charlie Hebdo ada di Perancis, sedang pembantaian atas tiga muslim terjadi di Amerika.
Seperti diberitakan sebelumnya, tiga muslim telah dibantai. Ketiga korban adalah pasangan yang baru menikah Deah Barakat, 23, mahasiswa kedokteran gigi Universitas North Carolina dan istrinya, Yuso Abu-Salha, 21, dan adiknya, Razan Abu-Salha, 19, mahasiswa North Carolina State University. Ketiganya ditembak mati Craig Stephen Hicks (46) pukul 17.15 waktu setempat di sebuah kondominium di Chapel Hill yang berjarak sekitar 2 mil (3 km) dari kampus UNC. [piyungan]