'Hutang politik' Jokowi kepada mereka yang di nilai berjasa sewaktu Pilpres 2014 lalu ternyata belum juga usai, walau 100 hari sudah lewat. Publik masih ingat akan proses Budi Gunawan (BG) yang masih belum juag usai di tunaikan Jokowi menjadi Kapolri alias nasib BG mash di gantung sehingga semakin tak jelas.
Pada saat ketidak jelasan nasib yang di alami BG itu yang semua itu hanyalah akibat ulah Jokowi yang di nilai tegas, publik kembali di kejutkan dengan 'pembayaran hutang politik' Jokowi kepada Hendropriyono untuk kesekian kalinya. Kejadian ini tentu saja mengundang kritik dari ragam masyarakat.
Laman Inilah melansir, bahwa lawatan Presiden Jokowi ke Malaysia yang menghasilkan nota kesepahaman atau Memorandum of Understanding (MoU) antara Proton Holding Berhad dengan perusahaan PT. Adiperkasa Citra Lestari terkait pengembangan mobil nasional, menuai kritik dari berbagai kalangan.
Pengamat politik dan pemerintahan Universitas Padjajaran, Bandung, Idil Akbar menilai, selain kerjasama yang keliru, hal ini akan mematikan pengembangan proyek mobil nasional sendiri.
Dalam kerjasama tersebut kuat dugaa hanya untuk konsesi politik-bisnis antara Hendropriyono dan Jokowi.
"Keterlibatan Hendropriyono didalam perjanjian itu, semakin sulit menampikkan bahwa tidak ada upaya balas jasa (konsesi) politik dengan Presiden Jokowi," ujar Idil kepada INILAHCOM, Sabtu (7/2/2015) malam.
Dia mengingatkan Hendropriyono adalah orang yang mempunyai jasa besar dalam pemenang Jokowi pada Pilpres kemarin. Namun Hendropriyono tak mendapatkan jabatan politik apapun dipemerintahan Jokowi.
"Jadi, kendati, ada penyangkalan bahwa semuanya murni bisnis, tapi sulit untuk tidak menilai bahwa itu adalah sebuah konsesi," katanya.
Pengamat: Salah Besar Gandeng Proton di MobnasPengamat ekonomi Universitas Maranatha Bandung Evo S Hariandja menilai pemerintah melakukan kesalahan besar bila menggandeng produsen otomotif Proton dari Malaysia untuk program mobil nasional.
"Kalau kabar tersebut benar, itu salah besar. Mengapa justru berkiblat pada Proton? Malaysia tidak bisa menjadi basis industri otomotif," kata Evo S Hariandja dihubungi dari Jakarta, Sabtu.
Evo mengatakan Malaysia bekerja sama dengan Mitsubishi Jepang dalam mengembangkan industri otomotif Proton sehingga secara kualitas memang cukup bagus dan andal.
Namun, Evo khawatir bila pemerintah menggandeng Proton, maka Indonesia hanya akan menjadi pangsa pasar potensial saja bagi industri otomotif asal negeri jiran itu. "Sangat aneh mengapa malah menggandeng negeri yang belum berpengalaman menjadi basis otomotif. Jam terbang Proton masih dipertanyakan," tuturnya.
Justru, Evo menilai insinyur-insinyur Indonesia jauh lebih hebat dan andal dibandingkan dengan insinyur-insinyur Proton di negeri jiran. Karena itu, akan lebih baik bila pemerintah berkonsentrasi mengembangkan industri otomotif di dalam negeri.
"Mungkin Presiden Joko Widodo ingin mengambil jalan cepat untuk mengembangkan mobil nasional sebagaimana pernah dia wacanakan sewaktu masih menjadi Wali Kota Solo," katanya.
Namun, akan lebih baik bila Presiden Jokowi bisa mengembangkan mobil Esemka sehingga bisa diproduksi secara massal daripada harus menggandeng industri dari negara lain.
"PT INKA pasti bisa bila difasilitasi pemerintah untuk memproduksi mobil Esemka secara massal," ujarnya. [inilah/sal]