Presiden Joko Widodo atau Jokowi telah menunjuk pengganti sementara atau Pelaksana Tugas (Plt) pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yakni Taufiequrachman Ruki, Indriyanto Seno Adji, dan Johan Budi.
Penunjukan ketiga orang tersebut diharapkan mampu meredam 'suhu panas' antara KPK maupun Polri. Menyikapi penunjukan tiga Plt tersebut, Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Widyo Pramono menyampaikan dukungannya. "Saya sangat mendukung penunjukan ketiga Plt. Saya kenal baik dengan ketiganya," kata Widyo kepada Harian Terbit di Jakarta,Minggu (22/2/2015).
Dirinya berharap, KPK dapat melakukan koordinasi dan supervisi kasus korupsi bersama Kejaksaan Agung."Tentu kerjasama yang sudah ada akan dilakukan secara simultan. Sama seperti kerjasama antara PPATK dan Polri," tuturnya.
Widyo mengatakan, meski berganti pimpinan, KPK dan Kejaksaan tidak akan mengendurkan intensitas kerjasamanya dalam memberantas tindak pidana korupsi."Kejaksaan akan melakukan koordinasi dengan baik sesuai tupoksinya. Tindak pidana korupsi itu musuh bersama, maka kita harus berantas secara bersama-sama. Kalau perlu kita keroyok bareng," tandasnya.
Kredibilitas DiragukanSementara itu, penunjukan Plt pimpinan KPK tersebut ternyata belum memuaskan banyak pihak, salah satunya politisi PKS, Aboe Bakar Alhabsyi. "Tidak ada yang istimewa dari pelantikan tiga orang tersebut. Penonaktifkan pimpinan KPK yang menjadi tersangka memang sudah diperintahkan oleh UU KPK. Sebab, berdasarkan Undang-Undang KPK, hal tersebut telah menjadi kewajiban presiden," kata Aboe.
Ia pun mengkritisi keberadaan Johan Budi SP sebagai salah satu Plt pimpinan KPK. "Perlu diingat, nama Johan Budi yang selama ini kerap disebut pernah bertemu dengan orang yang sedang berperkara di KPK. Kok bisa lolos screening presiden," terangnya.
"Seharusnya, nama yang dipilih jangan sampai tersandera baik dengan persoalan etik maupun persoalan yuridis," sesalnya. "Presiden belum cermat dalam menunjuk Plt Pimpinan KPK," tandasnya.
Terpisah, Direktur Lingkar Madanai (LIMA) Indonesia Ray Rangkuti meragukan nama-nama Plt pimpinan KPK tersebut. Menurutnya, keraguan itu ada dalam komitmen pemberantasan korupsi oleh Ruki, Indriyanto dan Johan Budi. “Hingga hari ini, saya belum menemukan adanya dasar pembentukan Plt ini. Yang perlu diingat adalah,pembentukan Plt ini harus didasarkan pada Perppu," kata Ray menjawab Harian Terbit.
Sebagaimana diatur di dalam Pasal 33 UU KPK dinyatakan bahwa pergantian pimpinan KPK harus melalui pansel yang sarat dan ketentuannya diatur dalam Pasal 29-31 UU KPK. "Pelantikan ini juga tak memiliki pengaturan khusus lagi tentang itu. Seyogyanya presiden membuat aturan dalam bentuk Perppu," jelasnya.
Ray mengungkapkan, presiden berpotensi digugat secara hukum dikarenakan belum adanya Perppu pembentukan Plt ini. "Kepres No 14P-16P tahun 2015 tidak cukup sebagai dasar pembentukan Plt KPK. Dan Jika mengacu UU KPK, maka salah satu Plt tidak memenuhi sarat usia maksimal 65 thn (psl 29 e). Sekarang Ruki itu berusia hampir 69 tahun," imbuhnya.
Dirinya juga mempertanyakan kredibilitasi para plt pimpinan KPK, terutama sosok Indriyanto Seno Adji dan Taufiequrahman Ruki. Dalam konflik KPK, keduanya memang kerap mengeluarkan statemen yang condong membela Budi Gunawan. "Konflik kepentingan yang dimaksud berkaitan dengan kapasitas Indriyanto dan Ruki sebelum terpilih menjadi pelaksana tugas," jelasnya.
Seperti diketahui, Indriyanto adalah sosok yang mengapresiasi putusan Hakim Sapin Rizaldi dalam memenangkan siding praperadilan Komjen BG.
Tak berbeda, Ruki juga mempermasalahkan penetapan BG sebagai tersangka oleh KPK padahal belum pernah diperiksa. Dia kerap mengkritisi kinerja pimpinan KPK jilid kedua dan jilid ketiga. Meskipun, di internal KPK, kinerja pimpinan KPK jilid pertama yang dipimpin Ruki tidak menonjol. [hanter]