Sistem anggaran e-budgeting yang digembar-gemborkan Gubernur DKI Jakarta Basuki T. Purnama (Ahok) tidak bisa menjamin penggunaan anggaran akan transparan. Malah tercium ada kepentingan asing di balik penggunaan sistem tersebut.
Demikian disampaikan aktivis antikorupsi Adhie M. Massardi dalam diskusi publik "APBD DKI, Siapa Sebenarnya yang Begal?" di bilangan Cikini, Jakarta Pusat, Senin (9/3).
"E-budgeting ini hanya untuk pengusaha asing yang ingin aman. Tidak ada jaminan apa yang terpampang di e-budgeting itu terlaksana dan tranparan," kata Adhie.
Pasalnya, e-budgeting merupakan program Bank Dunia, IMF dan ADB agar dana mereka bisa aman di Jakarta. Selain itu pihak yang paling diuntungkan dengan e-budgeting ini adalah pengusaha multi national corporation yang bisa leluasa memainkan APBD DKI Jakarta.
Bisa dimainkan asing karena konsep melalui e-budgeting Ahok tidak perlu lagi minta persetujuan DPRD atau legilslatif. Sedangkan UU mengatur budgeting atau anggaran harus melibatkan legislatif.
"Kalau DPRD tidak terlibat, asing dengan leluasa bisa bermain. Contohnya soal dana recovery, 100 persen asing yang atur, rakyat dan DPRD tidak bisa kontrol. Manipulasi di dana reccovery itu gila-gilaan," beber Adhie, Juru Bicara Presiden era pemerintahan Abdurrahman Wahid.
Makanya menurut Adhie, dalam sistem anggaran e-budgeting, mafia-mafia lokal tidak bisa bermain karena sudah di-protect pemain asing tersebut. Rakyat pun tak bisa berbuat banyak untuk mengontrol saat asing masuk di APBD.
Harusnya jika Ahok tetap bersikeras menggunkan sistem e-budgeting, harus dikombinasikan dengan UU yang ada. Hak anggaran atau budgeting yang dimiliki oleh legislatif jangan dianulir.
"Kepentingan asing yang gunakan dana pemerintah DKI Jakarta bisa sampai 1000 triliun. Misalnya ada Giant Seaworld yang nilainya 300 triliun. Atau ada juga reklamasi yang sampai ratusan triliun. Ini diluar kontrol rakyat semua," demikian Adhie dimuat pada lama
Rmol.
Siapa Maling Teriak Maling dalam Kisruh APBD DKI?Terkait dengan kisruh APBD DKI Jakarta yang menyita banyak perhatian, Fuad Bawazier berikan komentar. Politisi yang juga Mantan Menteri Keuangan RI, Fuad Bawazier, menyayangkan pemberitaan media massa yang "berat sebelah" dalam perdebatan soal APBD DKI Jakarta.
Masih dari laman
Rmol melansir, bahwa Fuad memandang opini publik yang dibentuk media belakangan ini memposisikan pihak DPRD paling bersalah terkait anggaran "siluman" yang dituding-tuding Gubernur Jakarta, Basuki Purnama (Ahok).
"Pengadaan UPS (Uninterruptible Power Supply) contohnya. Tidak mungkin eksekutif tidak ikut main, karena pelaksanaannya di sana. Sesama maling saling teriak," sindir Fuad dalam diskusi "APBD DKI, Siapa Sebenarnya yang Begal?" di bilangan Cikini, Jakarta Pusat, Senin (9/3).
Politisi senior ini menjelaskan, proses penyusunan APBD pasti diwarnai tawar-menawar antara ekesekutif dan legislatif. Berbeda dengan proses pembuatan Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perppu), misalnya, yang hanya bicara setuju atau tidak setuju.
"Soal anggaran, pemerintah ibarat penjual. Dia ketok-ketok ke DPRD, eh DPRD, saya mau jualan ini, ini, ini, dan anggarannya segini. Kamu mewakili rakyat bagaimana? Di situlah ada tawar menawar," beber Fuad.
Untuk itu Fuad menilai, keterlibatan Badan Pemeriksa Keuangan RI (BPK) sangat menentukan akhir dari kisruh APBD DKI.
"Kalau sudah ada audit, gampang itu digaruk oknum DPRD, eksekutif, sampai pengusaha juga pasti ada bermain di dalamnya," tegas Fuad. [sal]