Pemberian wewenang yang demikian luas Kepada Kepala Staf Kepresidenan Luhut Binsar Panjaitan melalui Peraturan Presiden (Perpres) 26/2015 merupakan hak preogratif presiden yang tidak perlu dikonsultasikan kepada Wakil Presiden Jusuf Kalla. Karena dalam konstitusi, tugas Wapres secara umum adalah membantu dan/atau mewakili tugas presiden di bidang kenegaraan dan pemerintahan.
"Sehingga dalam membuat peraturan dan keputusan seorang, presiden tidak perlu berkonsultasi dengan Wapres," jelas Direktur Executive Indonesia Development Monitoring, Fahmi Hafel, dalam keterangan persnya (Selasa, 10/3).
Tetapi bila berpijak pada sistem pemilihan presiden di era demokratis saat ini, keterpilihan seorang presiden di pilpres bergantung pada sosok cawapresnya. Terbukti sekarang, mencari seorang wapres bukanlah perkara mudah bagi para capres di era multipartai ini.
"Kalkulasi kekuatan politik yang dibawa oleh sang cawapres sekarang harus menjadi pertimbangan-bahkan pertimbangan utama-di samping kapabilitas dan akseptabilitasnya," beber Fahmi.
Karena itu sering terjadi tarik- menarik politik antara presiden dan wapres dari kekuatan politik yang berbeda tersebut berpotensi menimbulkan persoalan yang berakibat pada terganggunya jalannya pemerintahan seperti tidak dikonsultasikan terlebih dulu oleh Jokowi pada JK saat mengeluarkan Perpres tentang wewenang Kepala Staf Kepresidenan.
Sebab wewenang Luhut yang diperluas sama dengan wewenang Wapres Jusuf Kalla, yaitu wewenang melaksanakan tugas teknis pemerintahan sehari-hari, menyusun agenda kerja kabinet dan menetapkan fokus atau prioritas kegiatan pemerintahan yang pelaksanaannya dipertanggungjawabkan kepada presiden.
Selain itu, wapres berwenang melakukan tugas-tugas khusus di bidang kenegaraan yang diberikan oleh presiden. Tugas khusus itu diberikan apabila presiden berhalangan sementara atau dalam hal-hal yang dipandang perlu.
"Jika Jokowi tanpa konsultasi terlebih dahulu dengan JK terkait wewenang Luhut Panjaitan, sama saja Jokowi melakukan penghianatan janji dan meyepelekan para konstituen yang memilih Jokowi karena berpasangan dengan JK. Dalam hal keterbukaan dan kerja sama yang baik antara presiden dan wakil presiden SBY- JK lebih harmonis dan saling menghormati dibandingkan komunikasi antara Jokowi-JK," tandasnya. [rmol]