Di era Jokowi, publik di kejutkan dengan sikap dari Menkumham Yasonna Laoly yang terkesan lakukan intervensi kepada partai politik di Indonesia. Partai Golkar dan PPP jadi korban dari intervensi tersebut. Yasonna pun menjadi "target" bagi Koalisi Merah Putih (KMP). Jokowi sebagai presiden di minta untuk memecat menteri Yasonna.
Sejatinya, jika Jokowi sadar, dengan terpecah belahnya partai di Indonesia, itu sama saja kegagalannya sendiri menjadi kepala pemerintahan. Seharusnya Jokowi bisa meminimalisir konflik yang terjadi di tubuh partai, lantaran jika berlanjut akan berefek negatif kepada kehidupan berbangsa dan bernegara. Ingat, partai politik adalah Pilar Demokrasi. Tak seharusnya Jokowi membiarkan perpecahan apalagi menciptakannya.
Seorang pengamat dan juga penulis, Yudi Latif mengatakan hal tersebut. Yang terjadi saat ini adalah gambaran kegagalan Jokowi.
"Adanya perpecahan di beberapa partai, merupakan kegagalan Jokowi sebagai presiden. Karena beliau gagal membangun politik kepartaian," kata pengamat politik Yudi Latief di Jakarta, Senin (16/3/2015), dilansir
Inilah.Diketahui, Yudi dikenal sebagai pendukung Jokowi dalam Pilpres 2014, namun ia sepertinya kecewa dengan pola dan gaya kepemimpinan Jokowi. Ia pun mengingatkan Presiden Jokowi agar berhati-hati. Janganlah memprioritaskan kepentingan jangka pendek, sementara kepentingan politik jangka panjangnya terabaikan.
"Hati-hatilah, antara kepentingan jangan pendek dengan kehendak beliau membangun kepercayaan jangka panjang. Mungkin, jangka pendeknya sekarang beliau dapet (menang). Tapi semuanya kan bisa melumpuhkan dirinya sendiri," ujarnya.
Mau tak mau, publik harus mengambil pelajaran dari fenomena partai yang terpecah. Dengan begitu, semoga kedepan Indonesia bisa lebih dewasa dalam bersikap. Memang, kehadiran Jokowi adalah ujian bukan saja kepada rakyat, namun juga kepada eksistensi partai politik. Jika partai solid, tak mungkin bisa dengan mudah terpecah. [jks]