Gaya kepemimpinan Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang 'gemar' menyalahkan anak buah, kembali diperlihatkan saat ditemukan ada item proyek pengadaan UPS (uninterruptible power supply).
Dia langsung menunjuk ada anak buahnya yang 'bermain' dengan DPRD, sebagai alasan masih lolosnya proyek pengadaan UPS di APBD 2015 versi dia yang kerap disebut-sebutnya bersih.
"Makanya itu ada main SKPD sama oknum DPRD," tuding dia, di Balai Kota, Senin, 16 Maret 2015.
Ancaman 'standar' pun dilontarkannya untuk selesaikan temuan itu. Ahok mengaku akan 'staf-kan' pejabatnya yang kedapatan kongkalingkong dengan dewan. Dengan sistem e-budgeting, mantan Bupati Belitung Timur ini sesumbar tahu siapa saja oknum SKPD yang bermain.
"Kelihatan, kita sudah tahu, makanya aku stafin semua," ucap dia.
Namun saat ditanya siapa oknum SKPD yang sudah ketahuan 'bermain' dengan dewan terkait pengadaan UPS 2015, Ahok tak menyebut nama. Dia hanya mengatakan ada dari kalangan tingkat eselon 4, eselon 3.
"Eselon 2 juga mungkin terlibat," ujar dia.
Sikap Ahok yang gemar menyalahkan anak buah dan enggan akui kesalahannya, mendapat komentar dari peneliti Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2P-LIPI) Firman Noor.
Kata dia, gaya kepemimpinan Ahok yang suka melempar kesalahan ke anak buah tidak mencerminkan etika seorang pemimpin.
"Dalam konteks kepemimpinan demokrasi, gaya Ahok ini agak jarang," kata Firman, di Jakarta, Ahad, 15 Maret 2015.
Firman menjelaskan, ada tiga kriteria pemimpin dalam demokrasi. Pertama adalah soal kecerdasan.
"Kecerdasan visi misi," ujar dia.
Yang kedua, adalah populisme. Di mana seorang pemimpin yang dipilih langsung oleh rakyat tidak bisa dilepaskan oleh rakyat di mana dia dipilih.
"Sementara Ahok ini hanya menggantikan. Dalam berbagai survei, kemenangan pilkada 2012 juga tidak terlalu signifikan," ucap dia.
Yang terakhir, adalah patuh pada aturan main.
"Di sini Ahok harus paham dan patuh terhadap konstitusi," ujar dia.
Nah, apakah Ahok memenuhi 3 kriteria ini? [
linimedia]