Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta akhirnya menggunakan hak angket dalam menyikapi persoalan Rancangan Peraturan Daerah Anggaran Pendapatan Belanja Daerah 2015. Hampir semua fraksi setuju untuk menggunakan hak politiknya itu kecuali fraksi Partai Keadilan Bangsa. "Sudah 75 persen lebih anggota menyetujui hak angket," kata Anggota Badan Anggaran, Prabowo Soenirman saat dihubungi, Ahad, 22 Februari 2015.
Ia mengatakan, Dewan melakukan angket karena menilai Gubernur Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok telah melanggar Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Menurut aturan tersebut, Raperda APBD 2015 yang disampaikan ke Kementerian Dalam Negeri yang telah sepakati bersama: antara legislatif dan eksekutif.
Ciri Raperda yang telah disepakati, Prabowo berujar, adalah adanya tanda tangan baik Ketua dan Wakil Ketua DPRD maupun pimpinan komisi di tiap lembarnya. Pada kenyataannya, dalam Raperda yang dikirim ke Kementerian tak satu pun ada tanda tangan dari pimpinan Dewan. Artinya, Raperda yang dikirim bukan hasil kesepakatan bersama. "Seharusnya dua pihak," kata Prabowo.
Atas dasar itu, Dewan mengajukan hak angket atau penyelidikan. Prabowo menyebutkan tujuan dari penggunaan hak angket cara untuk menggulingkan atau memakzulkan Ahok dari jabatannya. "Kenapa hak angket, karena kesalahan Ahok sudah jelas. Aturan ditabrak itu pidana," kata anggota fraksi Gerindra itu.
Jika sudah pelanggaran pidana, Dewan punya kuasa untuk memakzulkan Ahok. Selain menambrak aturan, Prabowo menambahkan, Ahok kerap melanggar etika sebagai pejabat publik. Dewan menganggap omongan Ahok tak pantas sebagai pejabat publik. "Kami dituduh maling penipu lah, tidak bagus omongannya," kata mantan Direktur Utama PD Pasar Jaya itu.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib DPRD dan mengacu ke Tata Tertib DPRD, hak angket bisa digulirkan atas usulan minimal dua fraksi atau 15 orang anggota Dewan. Dewan berhak memanggil pejabat daerah yang terkait dengan subjek penyelidikan. Dalam kasus APBD DKI, DPRD berhak memanggil Ahok serta tim anggaran pemerintah daerah.
Kepala Badan Pengelola Keuangan Daerah DKI Jakarta, Tuti Kusumawati mempersilakan Dewan menggunakan hak angketnya. "Itu hak mereka," kata dia. Namun, ia membantah eksekutif telah banyak melanggar aturan. "Aturan yang mana. Semua sudah sesuai aturan," ucap dia.
Direktur Center Budget for Analysis, Uchok Sky Khadafi menganggap Dewan tak akan serius dalam menjalan hak angketnya. "Itu cuma gertakan saja. Tidak serius," kata dia. Menurut dia, hak angket tidak didasari atas kebutuhan atau karena ada kesalahan siginifikan dari Ahok. Angket digunakan sebab, kegiatan yang diusulkan oleh Dewan tidak masuk dalam APBD. Selain itu, anggaran yang telah disepakati bersama hilang semuanya, demikian dilansir
Tempo.
Satu hari sebelumnya, tepat di hari Minggu (22/2),
aksi gerakan tanda tangan "Say No To Ahok" sempat buat heboh Jakarta. Aksi yang bersamaan dengan hari "Car Free Day" itu memberikan penyadaran kepada warga Jakarta - khususnya - agar sadar bahwa Ahok adalah sumber masalah di Jakarta. Hal itu terlihat dari kebijakan Ahok yang tidak pro rakyat, seperti : pelarangan motor melewati jalan tertentu, suka marah - marah, dana bantuan banjir untuk warga tidak di salurkan, dan masih banyak lagi. (Baca,
"Ahok dan Pemakzulan")