Nah.. RT"@monethamrin: Balasan PDIP pada Golkar? @inilahdotcom: Kasus Golkar Sama Saat PDI Dibelah Pemerintah
bit.ly/1xcEQx3"
Wakil Ketua DPR Fadli Zon menilai, kisruh Partai Golkar saat ini sama seperti kasus PDI pada masa orde baru.
Strategi penguasa kepada partai2 oposisi untuk membungkam atau minimal membonsai/memarjinalkan itu ada 2: dipecah belah atau dibusukkan.
Utk menjalankan strategi pertama (memecah belah) diperlukan org2 internal partai yg berperan sebagai "brutus" yg bisa dikendalikan penguasa.
Para "brutus" ini biasanya mereka yg sudah amat kebelet menguasai parpolnya tapi masih terbentur saingan berat.
Pihak penguasa melihat peluang ini dan menawarkan "jasa"nya utk memuluskan ambisi para "brutus" itu menguasai partai oposisi tsb.
Dan tanpa pikir panjang, para "brutus" ini biasanya akan menerima tawaran "jasa" dari penguasa itu, yg penting ambisinya tercapai.
Namanya juga "brutus", mereka gak peduli lagi nasib partainya yg terpecah belah krn intervensi pengusa, yg penting ambisi mereka tercapai.
Lalu pihak penguasa akan menggunakan tangan kekuasannya utk memenangkan kubu para "brutus" itu, termasuk dgn cara yg vulgar.
Dalam konteks sekarang, cara pecah belah itu dijalankan oleh rezim Jokowi-JK terhadap PPP dan Golkar. Dan caranya pun amat vulgar.
Bayangkan saja, baru menjabat Menkumham 2 hari, Yasonna Laoly (PDIP) langsung mengeluarkan surat pengesahan kpd PPP kubu Romi yg pro KIH.
Meski caranya terlihat amat vulgar dan aroma rekayasa begitu menyengat, Menkumham Yasonna Laoly nampak gak peduli. Tepatnya gak tahu malu.
Surat pengesahan Menkumham itu akhirnya digugat PPP kubu SDA (skrg Djan Faridz) ke PTUN dan PTUN mengeluarkan putusan membatalkan surat itu.
Tapi dasar gak tahu malu dan mungkin bagian dr stategi mengulur waktu, pihak Menkumham mengajukan banding atas putusan PTUN itu ke PT TUN.
Langkah vulgar serupa juga baru2 ini dilakukan Yasonna kepada Golkar dgn menerima dan mengesahkan Golkar versi Agung Laksono (munas Ancol).
Apa yg dilakukan Menkumham Yasonna kpd Golkar itu adalah bentuk "abuse of power" demi melayani kepentingan politik penguasa.
Yg diklaim Menkumham sbg dasar pengakuan atas Golkar Agung L. adalah putusan MPG, pdhl itu jelas2 hanya pendapat 2 hakim, bukan putusan MPG.
Keputusan Menkumham yg jelas2 janggal dan absurd itu sampai membuat Ketua Mahkamah Partai Golkar Muladi "bingung". pic.twitter.com/Dl7NUngChv
Tapi bagi Yasonna (PDIP), gak penting langkahnya mengakui kepengurusan Golkar Agung itu absurd/tidak, yg penting target politik tercapai.
Minimal utk sementara. Krn mungkin saja Menkumham Yasonna sadar kalau Pengadilan nantinya bakal memenangkan kubu Ical sbgmn kasus PPP.
Yang penting saat ini, yg diakui secara legal adalah Golkar kubu Agung Laksono. Soal putusan pengadilan pikir nanti, toh msh bisa banding.
Dgn mengantongi surat pengakuan dr Menkumham itu, kubu Agung bisa melakukan banyak langkah politik utk "membersihkan" kubu saingannya.
Keluar dr KMP & merombak kepengurusan Fraksi Golkar di DPR/MPR adalah 2 langkah pertama yg akan dilakukan Agung cs bermodal SK Yasonna itu.
Sebenarmya kubu Agung bukan gak sadar potensi kekalahan mereka di pengadilan sebagaimana dialami PPP kubu Romi yg dikalahkan PTUN.
Tapi mereka kini mengantongi "keuntungan waktu" sebelum ada putusan pengadilan yg berkekuatan hukum tetap yg akan makan waktu amat lama.
Dgn waktu yg masih lama itu, Agung cs bisa melakukan berbagai manuver dan langkah politik utk mengacak2 kubu rivalnya (kubu Ical).
Intervensi vulgar (dgn abuse of power) thd PPP dan Golkar itu benar2 mempertontonkan laku politik penguasa (PDIP cs) yg jauh dari etika.
Yang ingin saya garis bawahi, bahwa strategi pecah belah yg dilakukan penguasa kpd PPP dan Golkar itu bisa berjalan krn adanya para brutus.
Tanpa adanya para 'brutus politik' dalam tubuh partai, sulit bagi penguasa untuk menjalankan strategi pecah belah thd partai 'oposisi' tsb.
Itulah mengapa, strategi pecah belah yg dilakukan terhadap PPP dan Golkar itu tdk akan berhasil dilakukan kepada PKS dan Gerindra. Mengapa?
Karena bisa dibilang, saat ini di Gerindra tidak ada yg namanya "brutus" itu. Kalaupun ada masih tiarap, blm berani nongol. Di PKS apalagi.
Mengapa? Krn sosok Prabowo di Gerindra yg masih amat kuat membuat para "brutus" tdk memiliki ruang gerak. Prabowo adlh pemersatu Gerindra.
Selama Gerindra masih dipimpin @Prabowo08 , selama itu pula penguasa (rezim JKW) tak akan bisa memanfaatkan para 'brutus' utk memecah belah.
PKS lan lagi. Meski tak punya pemimpin yg spt Prabowo, namun sistem yg terbangun dlm tubuh PKS telah nyaris memustahilkan munculnya brutus.
Krn itu terhadap partai2 seperti PKS ini, strategi yg dilakukan rezim penguasa bukan strategi memecah belah tapi pakai strategi PEMBUSUKAN.
Jadi targetnya bukan membuat PKS akan terpecah belah spt PPP dan Golkar, tapi bagaimana agar PKS "disetting" agar tdk bertambah besar.
Kuncinya adlh bagaiamana agar citra PKS di mata masyarakat tidak pernah baik. Dan yg dominan berperan dlm hal ini adlh MEDIA. Bukan brutus!
Makanya akan dibuat sedemikian rupa agar hal2 bagus dan positif yg dilakukan PKS dan kader2nya yg duduk sbg Kepala Daerah tidak terekspose.
Sebaliknya, memori negatif thd PKS yg sudah tertanam di benak masyarakat akan di-maintain sedemikian rupa agar tdk mengendap.
Jadi meski tdk ada berita baru misalnya tentang kader PKS yg bermasalah (korupsi dll), MEDIA2 itu akan selalu mengungkit kasus lama (LHI).
Dan bila ada sedikit saja berita miring yg melibatkan kader PKS maka akan langsung diblow up habis2an meski belum jelas kebenaran beritanya.
Kasus yg menimpa @Tubagus_Arif seminggu yg lalu yg dituduh mengucapkan kata2 kasar kpd Ahok adalah salah satu contoh kecilnya.
Meski akhirnya tuduhan itu terbukti tdk benar, hal itu tidaklah penting. Misi utamanya adalah memberitakan jeleknya PKS seluas mungkin.
Stigma2 negatif kpd PKS (misalnya identik dgn korupsi sapi dan doyan poligami) akan terus dijaga agar tdk hilang dr benak publik.
Dan itu semua akan makin digencarkan nanti menjelang pemilu. Tujuannya: membonsai PKS agar tdk berkembang, sukur2 makin tergerus suaranya.
Jadi saya ulangi, ada 2 strategi yg dijalankan rezim penguasa thd partai2 oposisi. Pertama, strategi pecah belah. Kedua, strategi PEMBUSUKAN
Sulit dipungkiri, PPP dan Golkar adalah korban politik pecah belah penguasa dg m'gunakan tangan Kemenkumham dan memanfaatkan para 'brutus'.
Sdgkan thd PKS, upaya pecah belah tdk akan efektif. Maka yg dilakukan adalah politik PEMBUSUKAN secara berkesinambungan sampai pemilu nanti.
Upaya pecah belah juga tdk akan efektif dilakukan thd Gerindra selama masih ada @Prabowo08. Maka jurus yg digunakan jg sama: pembusukan.
Pembusukan yg dimaksud adalah pembusukan citra/image partai dan para tokohnya di mata publik. Dan media adalah senjata utamanya.
Lalu apa yg harus dilakukan tokoh2 partai 'oposisi' itu thd "operasi politik" yg dilancarkan rezim penguasa? Tak ada pilihan lain: LAWAN!
Segala cara dan jalur yg memungkinkan ditempuh untuk melawan "operasi politik" itu harus dilakukan, baik jalur hukum maupun jalur politik.
PPP kubu SDA/Djan Faridz misalnya menempuh jalur hukum dan di PTUN berhasil memenangkan gugatannya thd SK Menkumham utk kubu Romi.
DPP Golkar hasil Munas Bali dgn kuasa hukum Prof @Yusrilihza_Mhd juga menempuh upaya hukum utk melawan "abuse of power" Menkumham itu.
Krn upaya hukum makan waktu yg panjang, maka perlawanan lewat jalur politik juga harus dilakukan, dan hak angket adalah salah satu pilihan.
Utk menggalang hak angket thd tindakan memihak yg dilakukan oleh Menkunham Yasonna (PDIP) diperlukan kekompakan dari KMP di DPR.
Kabarnya, begitu masa reses selesai tgl 23 Maret 2015 mendatang, penggalangan hak angket itu akan langsung dilakukan. Berpacu dgn waktu.
Kesewenang2an dan manipulasi telanjang yg dilakukan rezim Jokowi dgn menggunakan tangan Menkumham mmg hrs dilawan total. Kasih pelajaran!
Karena tindakan keterlaluan Menkumham itu sungguh jauh dari kepatutan dan telah secara vulgar mencederai etika politik dan nilai2 keadilan.
Nampaknya hiruk pikuk dunia politik di era rezim Jokowi ini masih akan panjang. Bahkan tak tertutup kemungkinan Senayan akan berguncang.
Partai2 KMP yg masih solid yaitu Gerindra dan PKS juga harus lebih waspada thd upaya 'pembusukan' yg dilancarkan rezim JKW-JK.
Rezim penguasa mmg memiliki keuntungan sumber daya politik yg lebih besar, terutama tangan birokrasi/kekuasaan yg bisa 'disalahgunakan'.
Tapi apa yang dilakukan rezim JKW-JK melalui tangan Menkumham thd PPP dan Golkar itu sudah sangat vulgar dan keterlaluan. | @Yusrilihza_Mhd
Nampaknya tak ada lagi rasa malu apalagi sungkan yg ditunjukkan rezim JKW-JK ini, yg penting tujuan politik tercapai. Mumpung punya kuasa.
Saya cukupkan ocehan (tepatnya ungkapan kekesalan) atas apa yg terjadi di panggung politik nasional yg terlihat makin memuakkan. SEKIAN.
***
kultwit : @SangPemburu99